Tuesday, May 6, 2014

Beberapa Buku dan Skripsi tentang Poligami



Dewasa ini poligami menjadi bahasan yang hangat terutama di kalangan ahli hukum Islam. Hal ini menyebabkan banyak bermunculan tulisan baik berupa artikel pendek atau sebuah buku yang membahas masalah poligami.
Salah satu buku yang secara khusus membahas masalah poligami adalah Poligami dari Berbagai Persepsi, karya Mustir al-Jahrani. Dalam bab ke enam dijelaskan bahwa, Allah SWT telah menjadikan keluarga sebagai tonggak kehidupan, kaedah pembangunan, dan perkembangan peradaban. Untuk melindungi bangunan keluarga dari sesuatu yang dapat membuatnya runtuh, maka kemudian poligami disyariatkan oleh Islam.[1] Poligami disyariatkan untuk mencegah terjadinya perceraian dan kemerosotan akhlak karena hubungan gelap suami.
Dalam buku, Rahasia Poligami Rasulullah SAW karangan Ustadz Labib, MZ, dijelaskan bahwa, poligami lebih baik dilakukan oleh seorang suami daripada melakukan hubungan gelap atau perselingkuhan dengan wanita lain. Selain itu poligami lebih baik bagi isteri itu sendiri, karena sang isteri akan lebih senang ketika melihat suaminya menikah lagi secara terang-terangan dan resmi, yang berarti menjunjung tinggi dasar-dasar moral, dari pada suami bermain sembunyi-sembunyi.[2]
Selanjutnya, dalam buku Islam tentang Relasi Suami Isteri karya Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, dijelaskan menganai pendapat para fuqaha tentang nafkah dalam rumah tangga. Menurut Imam Malik, mencukupi nafkah keluarga adalah kewajiban suami yang nomor tiga setelah membayar mahar dan berlaku adil kepada isteri.[3]
Adapun mengenai unsur-unsur biaya nafkah yang harus dipenuhi seorang suami, menurut Imam Syafi'i adalah biaya susuan, nafkah makan dan minum (pangan), pakaian (sandang), tempat tinggal (papan), pembantu, dan kebutuhan seks.[4]
Dalam skirpsi Muinah Isyati yang berjudul, Pertimbangan Hakim dalam Memberi Ijin Poligami, Studi di Pengadilan Agama Wates Tahun 1993-1996, menjelaskan bahwa ketentuan perundang-undangan yang menempatkan pertimbangan hakim dalam memberikan keputusan memiliki tujuan pokok, yaitu agar supaya para hakim ketika memeriksa dan memutuskan perkara benar-benar dapat menegakkan hukum dan keadilan. Putusan yang telah dijatuhkan selayaknya merefleksikan dimensi keutuhan pertanggungjawaban terhukum, kebenaran dan keadilan serta pertanggungjawaban kepada Allah SWT.[5]
Pada Bab III, skripsi tersebut menjabarkan tentang pertimbangan hakim dalam memberikan ijin poligami. Pengadilan agama akan memeriksa apakah syarat-syarat Pemohon telah terpenuhi atau belum. Pada tahap pembuktian, Pengadilan Agama akan memeriksa, yang antara lain adalah surat keterangan penghasilan yang telah dilampirkan sebagai tanda bukti mengenai kemampuan suami.[6]    
Namun, dari berbagai penelusuran literatur yang telah dilakukan, penyusun belum menemukan buku yang secara khusus membahas tentang kemampuan suami memberi nafkah sebagai syarat poligami.


[1] Mustir al-Jahrani, Poligami dari Berbagai Persepsi,  (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 88.
[2] Labib Ustads, MZ, Rahasia Poligami Rasulullah S.A.W, (Gresik: Bintang Pelajar, 1986), hlm 67.
[3] Khoiruddin Nasution, Islam…., hlm. 175.
[4] Ibid…, hlm. 179.
[5] Muinah Isyati, Pertimbangan Hakim dalam Memberi Ijin Poligami, Studi di Pengadilan Agama Wates tahun 1993-1996, Skripsi, tidak diterbitkan, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1998), hlm. 24-25.              
[6] Ibid, hlm. 43-44.