Pengertian jihad
Kata al-jihad berasal dari kata juhd atau jahd . Juhd
berarti mengeluarkan tenaga, usaha
atau kekuatan dan jahd berarti kesungguhan dalam bekerja. Dalam
konteks, pemikiran dan politik Islam. Definisi itu selanjutnya di persempit
sehingga menjadi perjuangan di jalan Allah. Pada dasarnya prinsip jihad ini
berkaitan dengan pengakuan akan Tuhan Yang Esa sebagai dasar keyakinan dan
amalan lainnya.
Dalam bahasa Inggris jihad berarti “perang
suci”. Namun, jihad berbeda artinya dengan bahasa Arab “ qital “ ( pertempuran ) dan “ harb “ ( peperangan ). Kata-kata tersebut hanya menunjukkan
peperangan yang dilakukan di luar Islam. Definisi yang lebih tepat mengenai “ jihad “ adalah “ berjuang ”.
Nabi Muhammad SAW menekankan perlunya berperang karena Allah semata. Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Berjihadlah kamu melawan orang-orang musyrik dengan
hartamu, jiwamu dan lisanmu.(Riwayat Abu Daud).
Jihad yang dalam al- Qur’an disebutkan sebanyak 30 kali sering
ditafsirkan berbeda-beda dari kalangan Muslim atau non-muslim.Banyaknya peneliti
kajian-kajian ketimuran (orientalis) yang dilakukan orang-orang barat umumnya
lebih cenderung menjelekan Islam dalam hal ini arti jihad, karena dalam pikiran
mereka adanya hanya anti- pati pada Islam, sehingga penelitiannya tidak bisa
dianggap ilmiyah.
Untuk dapat memahami makna jihad dalam politik Islam tentunya harus
kembali dirunut perjalanan hadirnya Islam dari masa Nabi, Khulafaurraosyidin
dan seterusnya sampai sekarang tentang realita yang telah terjadi yang masih
bersinggungan dengan tema ini.
Masa Nabi Muhammad SAW
Sebelum Nabi Muhammad lahir, kondisi masyarakat Arab berada pada
dekadensi moral dan politik. Masyarakat Arab pada waktu itu telah menganut satu
agama (monotheistik) yaitu agama hanif., kemudian setelah Nabi Muhammad SAW
(untuk selanjutnya kami tulis dengan Nabi) diangkat menjadi Rosul pada usianya
yang ke-25 dan menawarkan sebuah agama yang dikenal aneh pada masyarakat Makkah
yaitu Islam mendapat pertentangan dan akhirnya Nabi hijrah ke Madinah.
Pada
periode Mekkah (610-622), ketika jumlah umat Islam masih sedikit, dalam
menghadapi tantangan, Allah SWT memberikan pengarahan-Nya agar Nabi SAW tetap
bersabar, memaafkan dan bergaul dengan baik. Allah SWT berfirman : “ Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan
Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami ...” (
QS.52.48). “ Maka berpalinglah ( hai
Muhammad ) dari mereka dan katakanlah : ‘Salam ( selamat tinggal ),’kelak
mereka akan mengetahui ( nasib mereka yang buruk )” (QS.43:89 ). “...Maafkanlah ( mereka ) dengan cara yang baik ” (QS.15:850). Pada
masa ini diperintahkan melakukan
jihad tapi belum diperintahkan dengan senjata, hanya sudah disebutkan dalam
wahyu surat al- Ankabut (26).
Setelah
mereka hijrah ke Madinah (periode Madinah, 622-632). Ayat permulaan yang
memberi izin berperang kepada kaum muslimin adalah dengan tujuan untuk menghalau serangan lawan. Ayat yang mengandung izin
melakukan perang itu turun pada tahun pertama hijarah. Hal itu diungkapkan
dalam kata-kata yang menunjukkan bahwa musuh telah mengangkat senjata atau
sudah memutuskan untuk mengangkat senjata. Allah SWT berfirman : “ Telah diizinkan ( berperang ) bagi
orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka teah dianiaya. Dan
sesunggunya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. ( Yaitu )
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata : “ Tuhan kami hanyalah Allah “. Dan sekiranya
Allah tiada menolak ( keganasan ) sebagian manusia dengan sebagian manusia
dengan sebagian lain..Tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang
didalamnya hanya disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang
yang menolong ( agamanaya )-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi
Maha Perkasa”. ( QS.22:39-40 ).
Dengan
turunnya ayat ini ummat muslim seolah telah larut dalam peperangan, dari perang
badar, qoinuqo’, ukhud,
qhondak, dari ayat itu pula jihad diartikan secara khusus yaitu peperangan
dengan senjata.
Masa
sahabat dan setelahnya
Setelah
Nabi Meninggal lalu dipilih kholifah untuk memimpin ummat Islam yang telah
berkembang semakin banyak. Abu Bakar ash- Shidiq akhirnya menjadi kholifah
pertama. Masa ini berhasil mempersatukan Badui pedalaman. Juga mengirim dua
pasukan; di bawah Abu Ubaidah ke Syria, dan Kholid Ibn Walid ke Iraq. Kholid
berhasil hancurkan tentara Sassanid dan sebagian Barat Euphrat direbut. Di Syria
Abu Ubaidah hampir gagal namun setelah datang Kholid berturut-turut Byzantium
di hancurkan, di Yameh tahun 634. Damsik direbut tahun 635. Syria seluruhnya
direbut 636. di Syria ditempatkan Gubernur, Mu'awiyah.
Setelah
Abu Bakar Meniggal dan digantikan oleh Umar dan kemudian digantikan Ustman,
dilanjutkan Ali bin Abi Tholib tentara Islam selalu dipimpin untuk memperluas
wilayahnya bahkan sampai Spanyol. Pada masa kepemimpinan abbasiyyah ummat Islam
mencapai kejayaannya atau masa, dengan wilayah yang begitu luas.
Kalau
kita jeli pengertian peperangan demi peperangan yang terjadi setelah Nabi telah
memiliki tujuan lain, bukan lagi melawan orang yang telah memerangi, tapi
malahan mendahului penyerangan.
Ditabuhnya holy war (Perang Salib, abad 11-13) oleh Kristen
sebagai reaksi terhadap cengkraman kekuasan Islam yang terus meluas, merupakan
puncak paling tragis dari ketegangan tersebut. Di Sisilia dan Spanyol orang
Islam diusir, semua penduduk Yerussalem yang beragama Islam dan Yahudi dibunuh,
dan ‘inkuisisi’ yang membantai Islam dan Yahudi di Spanyol, merupakan beban
sejarah yang hingga saat ini menjadi beban sejarah yang sulit dilupakan oleh
sebahagian masyarakat muslim.
Pada saat bersamaan Turki Usmani yang mengambil tampuk kekuasaan
dari tangan orang Arab, menambah daftar ketegangan ini dengan melancarkan
serangan baru ke Eropa. Tak kurang dari lima abad mereka menjajah Eropa
Tenggara, menghancurkan Romawi Timur, dan dua kali (1529 dan 1683) mencoba
masuk ke pekarangan Eropa Barat dengan mengepung kota Wina (Austria). Hasilnya,
muncul persepsi pada masyarakat Barat bahwa Islam ‘agama pedang’, dijiwai
semangat jihad yang buta. Sebuah persepsi yang terus berlanjut hingga sekarang,
terutama oleh maraknya kasus-kasus terorisme dan bom bunuh diri dalam beberapa
dekade terakhir.
Pada abad ke-18 terjadi arus balik. Era kolonialisme yang cetuskan
terutama oleh Inggris dan Prancis berhasil menguasai sebahagian besar
negeri-negeri muslim. Dan baru pada pertengahan abad ke-20 negeri-negeri
tersebut berhasil meraih kemerdekaannya kembali. Meskipun kolonialisme berbeda
dari semangat holy war yang mewarnai Perang Salib, karena ia lebih bermotif
ekonomi ketimbang agama, namun kenyataan bahwa kolonialisme memberi ruang bagi
penyebaran agama Kristen terhadap negeri-negeri jajahan sulit dielakkan. Pada
akhirnya, inipun memberi citra negatif bagi Barat yang oleh Islam kerap
diidentikan dengan ‘milisi salib’. Persepsi ini makin kukuh ketika AS dan
koleganya menginvasi Afghanistan
dan Irak dengan alasan demokrasi (baca: kebenaran).
Analisis
Dari penjabaran sejarah yang sangat sigkat diatas, dapat kita
analisis makna jihad dan pergeserannya dalam politik Islam.
a.
Jihad
dalam artian sempit (perang) pada masa Nabi adalah sebagai reaksi dari atas
penyerangan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani ketika Nabi diusir dari Makkah.
b.
Perang
pada masa sahabat bertujuan sebagai ekspansi Islam kenegara-negara tetangga
dengan asumsi jika Negara itu dikuasai maka penyebaran Islam akan mudah.
c.
Jihad
(perang) masa setelah khulafaurrasidin yaitu masa Muawiyyah dan Abbasiyah juga
berorientasi pada ekspansi Islam.
d.
Jihad pada
masa sekarang timbul karena reaksi atas penindasan yang dilakukan oleh kaum
kristiani (barat) dan penegakkan terhadap amar ma’ruf nahi munkar. Seperti bob Bali dan gedung Word Trade Center (WTC).
Dari masa Nabi
sampai sekarang ternyata terdapat pergeseran makna jihad dalam politik Islam.
Peperangan yang dipimpin Rosulullah bisa disebut sebagai jihad karena mereka
telah diperangi ( dalil yang digunakan: Allah SWT berfirman : “ Telah diizinkan ( berperang ) bagi
orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka teah dianiaya.).
Berbeda dengan peperangan pada masa sahabat dan tabi’in dan seterusnya, lebih
condong pada penyebar luasan kekuasaan Islam dengan tujuan penyebaran Islam.
Jihad masa sahabat lebih menitikberatkan pada jihad menyebarkan agama Allah
[(dalilnya . Nabi Muhammad SAW bersabda, “Berjihadlah kamu melawan
orang-orang musyrik dengan hartamu, jiwamu dan lisanmu.(Riwayat Abu Daud)],
bukan membela Agama Allah yang tertindas. Dalil yang digunakan untuk mengatakan
bahwa peperangan (dalam rangka ekspansi Islam) tersebut adalah sebuah jihad,
juga sudah berbeda dengan dalil yang digunakan Nabi ketika perang badar.
Sedangkan makna jihad yang terjadi akhir-akhir ini seperti yang
dilakukan al-qaida atau Jama’ah Islamiyyah adalah anggapan mereka bahwa ummat
Islam sekarang sedang terancam bahaya, seperti peperangan yang terjadi
dipalestina yang mengorbankan ribuan ummat Islam, mereka juga melihat
misionaris yang dilakukan oleh barat kini semakin meraja lela, sedang dalam
konteks Indonesia munculnya tempat-tempat maksiyat yang bertambah banyak, dan
jika itu dihanurkan berarti itu adalah salah satu perbuatab amar ma’ruf nahi
munkar.
Berdasarkan konsep umum Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, maka
jihad bukan hanya untuk membela Islam dan umatnya, atau untuk menjaga
kepentingan mereka saja. Akan tetapi ia
juga adalah untuk membela keadilan bagi manusia sejagat. Berdasarkan firman Allah yang bermaksud :
“ … dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan)
sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, tentulah telah dirobohkan
biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat Yahudi dan
masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang
yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”(Al-Haj : 40).
Jika ada
sekelompok penganut agama lain yang dizalimi dan ditindas, umat Islam adalah
lebih utama untuk bangkit membela mereka, menyuarakan suara mereka dan
membebaskan mereka dari kezaliman itu akan tetapi walaupun Islam tidak
sependapat dengan aqidah agama lain, namun Islam tetap menghormati kehidupan
beragama.